Menkes Himbau Lakukan Deteksi Dini Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyebab kematian terbesar pada wanita di dunia, sehingga mendapat sebutan sebagai "Pembunuh Wanita Nomor 1". Masalahnya, pada stadium dini calon korban tidak mengalami gejala apa pun, gejala kanker serviks baru dirasakan setelah menginjak stadium lanjut. Pada tahap tersebut penderita baru memeriksakan diri dan sudah sulit bahkan terlambat untuk bisa disembuhkanb secara total. Itulah sebabnya kanker serviks bisa menelan banyak korban.

Tetapi sebenarnya pengobatan kanker serviks bisa lebih mudah dilakukan jika masih berada pada stadium dini. Karena itu Menteri Kesehatan Nila Moeloek menghimbau agar para wanita melakukan deteksi dini terhadap penyakit tersebut. "Usaha kita bersama itu lakukan deteksi dini," katanya pada peringatan hari Kanker Sedunia, 4 Februari 2015 di RS Dharmais, Jakarta.

Menkes mengatakan akan sangat mahal dan rumit bila pasien terpaksa masuk rumah sakit dan melakukan pengobatan kanker. "Kanker itu akan menyebar, dengan deteksi dini pengobatan bisa dilakukan secara lokal," katanya. Hal itu pula yang menjadi masalah utama masyarakat. Menurutnya, karena lambat terdeteksi, sehingga kanker sudah menggerogoti pasien dan persentase kesembuhan menjadi semakin kecil.

Himbauan itu didukung oleh Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasinal, Soehartati Gondhowiardjo yang mengatakan bahwa mendeteksi dini kanker bisa mencegah timbulnya kanker. Mendeteksi dini pun bisa meningkatkan persentase kesembuhan si pasien yang menderita kanker. "Semakin dini kanker ditemukan, semakin tinggi keberhasilan terapi," katanya. Keberhasilan pengobatannya bisa mencapai 98 persen.

Kanker adalah penyakit yang prosesnya lama terjadi. Ia mencontohkan kanker mulut rahim. Menurut Soehartati, proses mulut rahim normal menjadi kanker akan memakan waktu 3-17 tahun. Sehingga dengan deteksi dini, pengobatan bisa lebih cepat diberikan.

Data WHO menyebutkan kasus baru penyakit kanker meningkat dari 12,7 juta orang pada 2008 menjadi 14,1 juta orang pada 2012. Diperkirakan angka itu terus melonjak hingga 19,3 juta orang pada 2025. Dalam rilisnya, Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh mengatakan konsumsi tembakau adalah penyebab 22 persen kematian karena kanker di dunia, dan penyebab utama penyakit di Asia Tenggara. Konsumsi alkohol, pola makan buruk dan kurangnya aktivitas fisik adalah penyumbang lain dengan dampak pada keadaan sosial, ekonomi dan perkembangan seseorang.

Di kawasan Asia Tenggara, kecelakaan kerja dan paparan terhadap zat-zat di lingkungan terus menjadi sumber kanker dan kematian dini. Para pekerja terus terpapar matahari di ladang atau zat kimia di pabrik adalah penyebab kanker . Polusi udara juga meningkatkan risiko kanker.

Mengutip Web Mamacantik, data lebih spesifik dan akurat dari bulan Januari hingga akhir Desember 2014 berasal dari  RSU Dr. Soetomo, Surabaya. Rumah sakit yang menjadi rujukan terbesar di wilayah Indonesia timur ini setiap hari menangani 3-4 pasien baru untuk penyakit kanker serviks. Jumlah keseluruhan pasien kanker serviks yang ditangani di rumah sakit tersebut sepanjang kurun waktu tahun 2014 sebanyak 842 orang.

Menurut Peneliti Kanker Serviks RSU Dr Soetomo, Dr Hari Nugroho,  saat ini kanker serviks menjadi penyakit mematikan nomor satu di Indonesia. 66,79 persen penderita berusia antara 35-54 tahun, dan sebanyak 44,75 persen di antaranya sudah mencapai stadium 3.

Satu-satunya tindakan medis yang bisa dilakukan untuk penderita kanker serviks stadium 3 adalah radioterapi, sedangkan di Jawa Timur peralatan tersebut hanya tersedia di RSU Dr Soetomo. Akibatnya, karena keterbatasan peralatan pasien harus menunggu selama lima sampai tujuh bulan. (dbs)